1.
Perjuangan
Bangsa
Perjuangan Nasional
Indonesia pada awal Abad XX merupakan wujud reaksi bangsa Indonesia terhadap
Kolonialisme Belanda yang telah berlangsung kira-kira 350 tahun. Gerakan ini timbul tidak lepas dari pengaruh
kesadaran bangsa-bangsa Asia yang ingin bangkit melepaskan diri dari dominasi
barat yang imperialistis sebagai akibat kemenangan Jepang dalam Perang
Jepang-Rusia pada awal Abad XX.
Sejarah mencatat, bahwa
kejayaan bangsa Indonesia yang berbentuk Kerajaan sebelum berkuasanya
Kolonialisme di Nusantara ini dilumpuhkan melalui politik pecah dan kuasai (Devide
et Impera). Politik yang sama
digunakan pula untuk melestarikan kekuasaan Kolonialisme di Indonesia dengan
menumpas gerakan kemerdekaan.
Kristalisasi aspirasi kebangsaan terwujud dalam bentuk Kebangkitan
Nasional 1908 dan pada tahap idealisme perjuangan terwujud dalam bentuk Sumpah
Pemuda tahun 1928, dengan rumusan pengakuan atas Satu Nusa, Satu Bangsa dan
menjunjung tinggi Satu Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. Rumusan ini memberi keyakinan bahwa
perjuangan kemerdekaan dapat dicapai dengan kesadaran, kemauan dan tekad untuk
bersatu.
Sumpah Pemuda melalui Angkatan
Muda yang terdidik dalam ilmu pengetahuan modern, mampu mengkondisikan diri dan
merumuskan pemikiran modern untuk melawan Kolonialisme yang
Imperialistis-Kapitalis. Hal yang
tersirat dalam proses ini ialah upaya membangun kesadaran sebagai satu bangsa,
dengan mendahulukan persatuan dan kesatuan.
Angkatan Muda yang berjiwa progesif bersedia melihat secara baru
korelasi antara keanekaragaman yang dimiliki dengan mutlaknya penggalangan
seluruh kekuatan untuk melawan belenggu Kolonialisme yang sangat kokoh pada
saat itu. Perbedaan suku, bahasa,
daerah, adat istiadat, agama, tetap diakui dan semuanya tunduk dibawah
kebutuhan mutlak untuk bersatu.
Kebutuhan untuk bersatu ini adalah sarana untuk mengakhiri penjajahan
yang penuh ketidakadilan.
Menyusul kemudian runtuhnya kekuasaan Belanda
oleh pendudukan tentara Jepang tahun 1942, dalam waktu relatif singkat bangsa
Indonesia telah menjadi lebih tergerak hatinya, tergugah semangat juangya dan
kemudian tumbuh menggelora rasa cinta tanah air yang tak terbendung lagi. Mereka membekali diri dan berbondong-bongong
memasuki pelatihan keprajuritan seperti Peta, Heiho, Giyugun, Kaigun, Seinendan,
Gokkukotai dan lain sebagainya.
Dengan adanya kekalahan
perang pihak Jepang oleh sekutu pada tahun 1945, bangsa Indonesia berhasil
memanfaatkan momentum dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu
bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat
setaraf dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang sudah menghirup alam
kemerdekaan. Pembukaan Undang Undang
Dasar 1945 pada Alinea kedua secara tegas memberikan petunjuk bahwa bangsa
Indonesia memberikan penghargaan atas perjuangan yang tidak kenal menyerah
dalam mengusir kaum penjajah dari bumi Indonesia dan sikap ketaqwaan atas
adanya berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.
Perjuangan kemerdekaan
bangsa Indonesia yang mencapai titik puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, membuktikan bahwa bersamaan dengan
Proklamasi kemerdekaan itu lahir Nilai Kejuangan Bangsa Indonesia yang kemudian
disebut sebagai Jiwa, Semangat dan Nilai-Nilai 45 yang disadari atau telah
menjadi sumber inspirasi dan sumber motivasi dalam perjalanan bangsa. Kristalisasi Nilai Kejuangan Bangsa telah
menyelamatkan bangsa dan negara dari keruntuhan dan merupakan nilai kejiwaan
bagi penerusan perjuangan bangsa untuk menjamin kontinuitas dalam mengisi
kemerdekaan dan kedaulatan rakyat.
Kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh melalui suatu revolusi yang
ditebus dengan jiwa, harta benda, darah dan airmata rakyat yang mengangkat
senjata dengan tekad MERDEKA atau MATI.
Perlu dicatat bahwa dalam
alur sejarah perjuangan bangsa Indonesia, telah dibangun 3 (tiga) paradigma
sosial yaitu : Kebangkitan Nasional
1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang mencerminkan kesinambungan
dalam mewujudkan alam kemerdekaan secara nyata.
2.
Tantangan
Bangsa
Para pendiri Republik
Indonesia bercita-cita ; Indonesia menjadi bangsa yang besar, berdaulat,
terhormat dan berperan dalam percaturan antar bangsa. Perjalanan sebagai bangsa mengalami pasang
surut yang disertai gejolak politik, berbagai pemberontakan bersenjata dan
subversi serta pikiran-pikiran untuk mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara
dengan dasar lain. Dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, bangsa dan negara Indonesia menyatakan berlakunya kembali
UUD 1945.
Berakhirnya Perang Dunia II
pada tahun 1945, pada masa Perang dingin antara tahun 1945 hingga tahun 1985,
Indonesia dapat mengatasi pemberontakan komunis Madiun (1948) yang didukung
Moskow, Gerakan Darul Islam yang didukung oleh Kolonialisme Belanda. Indonesia memperoleh pengakuan Dunia
Internasional, membebaskan Irian Barat, memprakarsai Konferensi Asia-Afrika dan
Gerakan Non-Blok serta meningkatkan Ketahanan Nasional di segala bidang. Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI tahun
1965 dapat diatasi dan Indonesia melaksanakan pembangunan industri serta
memperkokoh basis pertanian. Pada tahun
1985 sampai sekarang, perkembangan Internasional mencatat runtuhnya Komunisme
dan tumbuhnya proses globalisasi yang digerakkan oleh Kapitalisme Amerika,
Eropa, Jepang dan Cina.
Indonesia menghadapi
transisi dan transformasi ganda. Di
tingkat nasional-domestik, terjadi transisi dan transformasi dari masyarakat
agraris ke masyarakat industri. Di
tingkat global-internasional, terjadi transisi dan tranformasi dari komunisme
ke arah kapitalisme yang menyadari perlunya keadilan sosial. Akibat dari transisi dan transformasi ganda
itu, masyarakat Indonesia mengalami berbagai persentuhan, pertentangan dan
konflik dan tantangan baru yang tidak kurang beratnya dibanding tantangan yang
dihadapi generasi pendahulu.
Konflik kepentingan
meningkat karena kepemimpinan nasional pada saat itu menjalankan berbagai
kebijaksanaan politik, ekonomi, hankam dan hukum yang menyimpang dari ketentuan
konstitusi dan Pancasila. Penyimpangan terhadap
idealisme perjuangan bangsa telah terjadi, tiga butir penting dalam UUD 1945
yaitu ide Negara Kesatuan, Nilai
Demokrasi dan Kesejahteraan Rakyat kini menghadapi tantangan. Dampak globalisasi, timbulnya konflik
berbagai kepentingan, kemiskinan, keterpurukan ekonomi, ketergantungan pada
pihak asing telah menyebabkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa mengalami
erosi, Nilai Kejuangan dan Orientasi
perjuangan bangsa mengalami perubahan.
Munculnya gejala-gejala ke
arah disintegrasi merupakan hal yang memprihatinkan. Kecenderungan sentralisasi kekuasaan dengan
mengabaikan pembagian hak, tanggung jawab dan kewajiban telah menimbulkan rasa
ketidakadilan dan rasa tidak sejahtera.
Kekuasaan yang memusat dan tidak dapat dikontrol telah membuahkan aneka
penyalahgunaan kekuasaan. Keadaan ini
telah mengantarkan bangsa Indonesia ke era reformasi menegakkan demokrasi,
namun para elit politik kemudian cenderung bersebrangan pendapat dan
kepentingannya dalam turut serta menggulirkan semangat reformasi sehingga
memicu ketegangan dan pertentangan, baik secara vertikal (antara Pemerintah dan
Masyarakat) maupun secara horizontal (antar kelompok kepentingan di dalam
masyarakat).
Aparatur negara cenderung
reaktif terhadap perkembangan keadaan, bahkan larut oleh isu-isu politik yang
dilemparkan oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab. Masyarakat yang terhimpit oleh berbagai
masalah sosial ekonomi menjadi sangat peka terhadap aneka ketimpangan informasi
ataupun isu, sehingga mudah bertindak secara anarkis dan massal. Nilai-nilai yang mendukung ketertiban dan
persatuan cenderung tidak dihiraukan lagi.
Seluruh bidang kehidupan mengalami distorsi berat dan tatanan yang ada
cenderung tidak berfungsi.
Krisis kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sedang dihadapi bangsa Indonesia
dewasa ini antara lain disebabkan pula oleh persoalan etika dan perilaku
kekuasaan. Pada lapisan pemimpin
nasional terjadi silang pendapat, perdebatan, konflik upaya saling menjatuhkan,
melecehkan dan saling merendahkan tanpa mempedulikan penderitaan rakyat. Sebagian elit politik dan aktivis gerakan
sosial terperangkap dalam suasana saling menghujat dan saling menikam terhadap
sesama pemimpin. Benturan nilai, tradisi
dan etika dengan intensitas tinggi terjadi disebabkan heterogenitas etnis,
agama, bahasa, tradisi dan ideologi serta kesenjangan tingkat pendidikan dan
ekonomi yang tidak merata. Sentimen
etnis, agama, partai menguat dan muncul secara bersamaan dengan kondisi
pemerintah yang lemah serta agresivitas globalisasi. Konfigurasi nilai dan struktur sosial menjadi
rapuh, moralitas dan harga diri bangsa terpuruk.
Ketidakadilan sosial telah
menimbulkan tragedi perebutan kekuasaan antar elit politik atau antar elit
kelompok sosial dalam masyarakat.
Situasi kehidupan nasional secara kualitatif mencerminkan bangsa
Indonesia sedang dilanda KRISIS NASIONAL dan sekaligus PERUBAHAN SOSIAL yang
bersifat mendasar. Identitas sebagai
bangsa besar dan bangsa pejuang bagai kehilangan makna.
Jika perjalanan bangsa ini
dibentengi untuk mencapai wujud nyata cita-cita kemerdekaan, maka setiap
generasi mempunyai tugas sejarah guna menyikapi atau menjawab tantangan zaman
yang dihadapi. Mencermati aneka
tantangan tersebut diatas, paradigma sosial manakah yang akan ditawarkan untuk
menjamin kerukunan dan persatuan Indonesia ?.
3.
Tantangan
Pelestarian Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45
Pelestarian Jiwa, Semangat
dan Nilai-nilai 45 sebagai Nilai Kejuangan Bangsa Indonesia adalah upaya
menanamkan pemahaman perjuangan bangsa yang tidak terhenti pada tercapainya
Kemerdekaan Bangsa melainkan berkelanjutan sepanjang kehidupan bangsa. Nilai Kejuangan pada masa perjuangan
kemerdekaan diwujudkan dalam bentuk semangat juang untuk merebut dan
mempertahankan kemerdekaan, namun Nilai Kejuangan di masa datang akan berwujud
semangat dan tekad untuk mampu bersaing bahkan mengungguli pengusaan ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa lain yang telah maju. Jiwa, Semangat
dan Nilai-nilai 45 sebagai Nilai Kejuangan Bangsa Indonesia harus tetap hidup
sebagai dasar perjuangan bangsa sekalipun orientasi perjuangan berubah sesuai
perkembangan dan tantangan yang dihadapi bangsa.
Generasi Muda menghadapi
tantangan kehidupan yang bersifat multi dimensi yang berbeda dari generasi
pendahulunya. Era globalisasi dengan
terobosan teknologi transportasi, teknologi komunikasi dan informasi serta
perdagangan bebas berpengaruh pada dimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Kondisi krisis
nasional yang meliputi krisis kebangsaan, krisis moral, krisis kepercayaan,
krisis kepemimpinan dan krisis ekonomi telah menimbulkan kesenjangan antar
generasi.
Indonesia pada saat ini
menghadapi masalah jati diri, persatuan dan kesatuan bangsa yang diakibatkan
oleh hilangnya figur teladan, menipisnya rasa nasionalisme dan jiwa juang yang
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Tantangan upaya pelestarian
dan pembudayaan Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 sebagai Nilai Kejuangan
Bangsa Indonesia adalah kemampuan membangun kesadaran kebangsaan serta
kemampuan membangun semangat persatuan dan kesatuan sebagai dasar moral
perjuangan yang tidak pernah berakhir dalam membela dan mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4.
Perkembangan
Lingkungan
Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai
45 yang mendasari perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya. Pada masa lampau sampai pada masa kini harus
dibuktikan mampu berperan sebagai landasan penyelesaian konflik, pengambilan
keputusan serta sebagai penggerak dan motivasi perjuangan bangsa dalam
mengatasi berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Pada masa-masa mendatang Jiwa, Semangat dan
Nilai-nilai 45 tetap diperlukan dan berlaku sebagai dasar perjuangan bangsa
Indonesia, dalam hal ini perlu diingat bahwa pembudayaan Jiwa, Semangat dan
Nilai-nilai 45 harus selalu mempertimbangkan dinamika lingkungan yang berjuang
pada perubahan tantangan dan kesempatan yang harus dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Kecenderungan global dan
masalah-masalah universal yang dialami sejak tahun 1980, seperti masalah
lingkungan hidup, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal, obat terlarang,
pertumbuhan penduduk, perdagangan dan hutang mengisyaratkan adanya gangguan
dalam sistem yang digunakan untuk mengelola hubungan. Bersamaan dengan itu, kemajuan teknologi
transportasi, teknologi telekomunikasi, perdagangan bebas serta kecenderungan
menuju demokratisasi merupakan perkembangan baru yang memerlukan pemikiran
kembali asumsi dasar mengenai perkembangan pembangunan dan dinamika masyarakat.
Perkembangan pada dimensi
politik, ditandai dengan tumbuhnya bangsa (Nation) baru yang tidak lagi
berdasarkan kesamaan ras dan etnik, melainkan berdasarkan azas solidaritas oleh
pengorbanan di masa lampau. Tumbuh pula
kesadaran demokrasi sehingga lahir dan berkembang negara-negara merdeka baru,
sampai akhir Abad XX tercatat 184 negara merdeka dengan 600 bahasa kelompok dan
5000 kelompok etnik. Dalam perkembangan
sejarah pembentukan negara merdeka baru, tidak perlu demokratis bahkan ada
kecenderungan ke arah rezim otoriter.
Akhirnya pada masa mendatang akan terjadi transisi dari rezim otokrasi
ke bentuk sistem politik demokrasi pada banyak negara di dunia, hal ini
berdampak pula pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kini tengah
mengalami transisi politik demokrasi.
Di bidang politik,
globalisasi telah menyuburkan kesadaran demokrasi dan pentingnya hak azasi
manusia. Isu demokrasi dan hak azasi
manusia semakin mencuat dan digunakan negara maju untuk menekan negara
berkembang, tekanan politik dilakukan pula melalui kekuatan moral dan
keunggulan teknologi. Krisis politik
yang sedang menimpa bangsa Indonesia berdampak negatif pula pada bidang
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Berbagai peristiwa sosial dan pelanggaran hak azasi manusia menciptakan
peluang bagi negara maju untuk menekan bangsa Indonesia, isu hak azasi manusia
demokrasi yang belum difahami secara utuh dapat memicu disintegrasi bangsa.
Perkembangan pada dimensi
ekonomi, yaitu terjadinya Globalisasi ekonomi.
Perusahaan multi nasional akan semakin tumbuh karena setiap pelakunya
ingin mencari bahan pokok (bahan baku, buruh dan faktor penunjang lainnya)
semurah mungkin. Semangat ingin
menjadikan dunia tanpa batas meningkat, selain memikirkan masalah konsumen,
perusahaan dan daya saing, para eksekutif perusahaan memikirkan pula masalah
valuta dan negara. Adanya ketegangan
politik antar negara menimbulkan fluktuasi kurs mata uang yang cukup tajam dan
cepat, sementara tidak semua negara menuju perdagangan bebas. Liberalisasi perdagangan internasional
sebagai wujud Globalisasi telah mewujudkan suatu kondisi dimana negara maju
berpeluang mendominasi bidang ekonomi negara yang belum maju. Keunggulan perdagangan dipengaruhi oleh
kemampuan untuk menguasai konsumen, perusahaan, daya saing, uang dan
negara. Penciptaan lapangan kerja,
pembangunan industri, pengolahan sumber daya alam menghadapi kendala kekurangan
modal dan teknologi serta rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia. Guna mengantisipasi masalah tersebut,
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia perlu dipacu melalui bidang
pendidikan dan keterampilan, kesehatan serta kebijakan ekonomi melalui ekonomi
kerakyatan sebagai amanat UUD 1945.
Perkembangan dimensi sosial
budaya menyikapi Globalisasi budaya berupa gaya hisup (Life Style) yang
mendunia, hal ini diakibatkan adanya kebebasan arus informasi yang
serentak. Kemampuan suatu satuan budaya
untuk mempertahankan identitasnya ditentukan oleh tinggi rendahnya derajat
kesadaran budaya, pada akhirnya akan membangkitkan kembali nasionalisme dan
etnosentrisme. Etnosentrisme sebagai
akibat timbulnya kesadaran identitas etnik, kultural dan agama sangat
menonjol. Timbul persoalan baru berupa
tuntutan atas hak-hak bahasa, otonomi regional, perwakilan politik, kurikulum
pendidikan, simbol-simbol baru, nilai-nilai baru dalam kehidupan bersama. Gejala ini harus diwaspadai dan harus
diupayakan perekat budaya bangsa Indonesia.
Nilai yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dapat
dijabarkan dalam pembudayaan Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45.
Perkembangan dimensi
pertahanan dan keamanan kurang menggembirakan sebagai akibat runtuhnya
negara-negara rezim otoriter ke bentuk sistem demokrasi melalui proses
kekerasan serentak (kudeta resmi maupun
terselubung). Peningkatan demokrasi
serta kemajuan persenjataan militer akan menambah ketidakamanan dunia. Dunia yang penuh konflik akan menimbulkan
gangguan keamanan termasuk keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menangkal ancaman dan gangguan keamanan
baik dari dalam maupun dari luar negeri, diperlukan persatuan dan kesatuan
bangsa yang diwujudkan oleh setiap warga negara melalui pemahaman sejarah
perjuangan bangsa dan pemerintah berkewajiban menumbuhkan kesejahteraan rakyat.
Pembudayaan Jiwa, Semangat
dan Nilai-nilai 45 sebagai Nilai Kejuangan Bangsa Indonesia perlu merujuk pada
analisis di atas, agar akar budaya bangsa dapat tetap dipertahankan dalam
menghadpi benturan budaya dunia.
5.
Kepemimpinan
Bangsa
Perjalanan sejarah suatu bangsa
sesungguhnya tidak terlepas dari hukum sebab dan akibat serta hal ikhwal, namun
komitmen moral bangsa Indonesia kini semakin lemah dalam hal tanggung
jawab. Kegagalan pendidikan, etika
sosial yang lemah dan kacau, penderitaan dan frustasi yang panjang, pengaruh
kekuatan luar telah mendesak bangunan moral bangsa sehingga terjadi berbagai
penyimpangan. Harga diri suatu bangsa
akan tumbuh jika para pemimpin bangsanya memiliki integritas yang kokoh,
kompetensi yang meyakinkan sehingga kinerjanya produktif dan bangsa itu berada
pada posisi memberi. Ironisnya para
pemimpin bangsa Indonesia kini tdak menunjukkan sikap keteladanan melainkan
saling sengketa dan memperburuk keadaan.
Kepemimpinan atau Leadership
pada hakekatnya adalah suatu sikap alam
pikiran dan sikap kejiwaan (State of mind and state of spirit)
yang merasa terpanggil untuk memimpin melalui sikap, ucapan, perbuatan dan
perilaku, keteladanan serta mendorong dan mengantarkan yang dipimpin ke arah
cita-cita luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seseorang disebut pemimpin jika dapat membawa
orang lain mencapai suatu tujuan tertentu.
Masalah kepemimpinan adalah
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, secara tertentu menurut situasi dan
kondisi serta ketentuan yang disepakati bersama. Seorang pemimpin selayaknya mempunyai
beberapa keunggulan, antara lain keunggulan bidang alam pikiran dan ilmu
pengetahuan yang tercermin sebagai intelektual untuk mengawasi situasi,
menemukan garis-garis besar perkembangan situasi, mengantisipasi kemungkinan
yang akan terjadi; keunggulan bidang kejiwaan-spiritual yang tercermin sebagai
perilaku, kepribadian, perwatakan, keteguhan jiwa, semangat serta kemurnian
moral, etika dan ahlak.
Pemimpin bangsa yang ideal
adalah pemimpin yang memiliki wibawa dan kharisma, beriman dan bertaqwa,
berilmu pengetahuan, menjadi teladan, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara serta mampu menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
Pembudayaan Jiwa, Semangat dan
Nilai-nilai 45 harus terfokus pada pencapaian terbentuknya sumber daya manusia
Indonesia, berkepemimpinan dan berwatak yang menjiwai semangat kejuangan
bangsa. Pemimpin bangsa harus mampu
merealisasi amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan tujuan nasional. Hakekat kepemimpinan adalah tumbuhya rasa
tanggung jawab terhadap diri sendiri, tatanan negara, bangsa dan Tuhan YME.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar